Wednesday, January 30, 2008

Pemerintah Pertimbangkan Bangun Indonesian Cultural Center di Hawaii

PEMERINTAH Indonesia akan mempertimbangkan usul pembangunan pusat kebudayaan Indonesia di Hawaii. Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika menerima pengurus Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (Permias) Hawaii, di Istana Wakil Presiden, tanggal 18 Januari lalu. Dalam pertemuan itu Wapres Jusuf Kalla didampingi oleh sejumlah penasihat dan staf ahli termasuk mantan rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Azyumardi Azra. Adapun delegasi Permias Hawaii terdiri dari Ketua Permias Hawaii Teguh Santosa dan salah seorang penasihat Ahmad Ubaedillah.

Menurut Wapres Jusuf Kalla, untuk membangun pusat kebudayaan Indonesia itu, pemerintah mesti melakukan pengkajian yang mendalam mengenai berbagai aspek kebijakan luar negeri Indonesia, mulai dari aspek ekonomi, sosial juga politik. Selain merupakan titik pertemuan berbagai bangsa dari berbagai negara dengan latar budaya yang berbeda di pusat-pusat wisatanya, Hawaii juga dikenal sebagai salah satu center of excellent yang memainkan peranan penting dalam pengembangan sikap saling memahami antara dunia timur dan barat.

Pemerintah Amerika Serikat sendiri setidaknya sejak tahun 1960 telah menetapkan Hawaii sebagai titik penting dalam pergaulan internasional mereka. Tahun 1960 pemerintah Hawaii mendirikan East West Center yang didesain khusus untuk menjembatani Amerika Serikat dengan kawasan Asia dan Pasifik.

Sebelum pusat kebudayaan Indonesia itu berdiri, Wapres Jusuf Kalla berharap agar mahasiswa dan warga negara Indonesia di Hawaii tetap memainkan peranan sebagai duta bangsa. “Jalinlah hubungan sebaik mungkin dengan komunitas internasional di Hawaii. Hanya dengan demikian Indonesia dapat dikenal sebagai bangsa yang beradab dan maju,” kata Wapres.

Ketua Permias Hawaii Teguh Santosa mengatakan Permias Hawaii terinspirasi oleh langkah yang telah dimulai pemerintahan Hawaii dalam menginisiasi kerjasama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah negara bagian Hawaii di bidang mitigasi bencana alam. Bulan Juni 2007 Gubernur Hawaii Linda Lingle dan Menteri Pertahanan RI Juwono Sudarsono telah menandatangani MoU mengenai pelatihan anggota TNI sebagai pendukung otoritas sipil dalam menghadapi bencana alam.

Menurut Teguh, kerjasama tersebut mungkin dapat dikembangkan dalam bentuk lain. Misalnya menjadikan Pulau Nias dan Hawaii sebagai sister island. “Ini mengingat bahwa profil Nias dan Hawaii memiliki banyak kesamaan. Sama-sama pulau terluar, dan sama-sama rentan terhadap bencana alam,” demikian Teguh.

Mahasiswa ilmu politik Universitas Hawaii ini mengatakan, kemungkinan menjadikan Nias dan Hawaii sebagai sister islands telah didiskusikan dengan kantor Perserikatan Bangsa Bangsa di Nias. Dan kantor PBB di Nias sangat yakin hal itu mungkin dilakukan. Nias, dan pulau-pulau terluar Indonesia di pantai barat Sumatera lainnya, dapat belajar berbagai hal dari kepulauan Hawaii, mulai dari pembangunan early warning system yang konvergen sampai pengembangan pusat pariwisata.

Pada bagian lain, Wapres Jusuf Kalla juga menyampaikan pentingnya mengkonservasi berbagai unsur budaya lokal di tanah air, termasuk bahasa daerah. “Di masa mendatang bahasa daerah akan kehilangan peran dalam pergaulan nasional. Untuk itu memang penting bagi kita mengkonservasinya, agar jangan sampai hilang sama sekali,” ujar Wapres lagi.

Adapun Teguh menyampaikan bahwa salah seorang mahasiswa Indonesia asal Papua, Andreas Jefri Deda yang menyelesaikan studinya bulan Desember lalu telah menyusun kamus kecil bahasa Sentani Timur.

Pada bagian akhir pertemuan itu, Wapres Jusuf Kalla juga menyampaikan salam kepada semua mahasiswa dan warga negara Indonesia di Hawaii. [Teguh Santosa, dikutip dari www.myrmnews.com]

No comments: